Tuesday, June 24, 2014

Minggu Tenang atau Minggu Tegang???

Bagi mahasiswa yang kuliah di salah satu Universitas di Jawa Tengah, tanggal 23 - 27 Juni 2014 adalah minggu tenang. Yang katanya minggu tenang itu adalah minggu-minggu untuk menenangkan diri sebelum ujian. Dan biasanya moment ini digunakan oleh mahasiswa untuk pulang kampung. Tapi kenyataannya, tidak seperti itu. Hanya sebagian mahasiswa yang merasakannya. Dan sebagian mahasiwa yang lain masih berkutat dengan tugas-tugas akhirnya di kampus! Saya salah satu contohnya. Dari hari Jum'at kemarin sudah ujian 2 makul. Ditambah lagi weekend nya latihan nari (AUD), persiapan untuk tampil 2 minggu kedepan. Hari senin nya, ada Seminar Nasional wajib untuk mahasiswa jurusan saya. Di hari Selasa nya pun ada ujian makul Media Pembelajaran. Mempresentasikan hasil produk media pembelajarang yang telah kita buat untuk AUD. Ditambah membicarakan kostum dan properti untuk nari minggu depannya. Dan di hari rabu, ada ujian baca Qur'an, menyebutkan tajwid, dan tes hafalan juz 30. Tidak sampai disitu, aku yakin besok akan masih banyak tugas yang harus dikerjakan. Membuat miniatur dari tanah liat yang bertemakan Under Water. Latihan nari (lagi) sampai fix kompak. Laporan magang semester 2. Dan makul lainnya yang akan di uji kan minggu depan. Hm...membayangkannya saja sudah pusing duluan. Ya...namanya juga mahasiswa. Kelasnya beda sama anak sekolahan. Dari namanya aja udah "maha" yang berarti besar. Mau tidak mau. Suka tidak suka harus tetap dijalani.
Kembali ke topik kita. Apa dengan semua itu masih bisa dinamakan minggu tenang??? Apa orang yang pulang ke rumahnya pun dengan tenang bisa berlibur? Saya pikir, minggu tenang itu klise. Hanya sebuah permainan kata-kata. Sejak awal semester 1 pun saya tidak pernah menikmati minggu tenang itu dengan tenag seperti namanya. Yang ada tegang setengah mati. Ngejar deadeline tugas. Juga harus belajar buat makul yang belum di ujikan. Minggu tenang itu lebih cocok dipakai setelah kita selsai ujian. Bukan begitu? Logikanya, siswa yang mau UN, UAS, atau ujian apapun itu dan sebelum hari H ujian diliburkan, apa pernah mereka merasakan ketenangan? Untuk anak sekolahan mungkin menyebutnya 'belajar di rumah'. Naah di dunia perkuliahan, namanya diganti menjadi 'minggu tenang'. Yang pada hakikatnya, sebetulnya sama saja. Sama-sama libur dan belajar di rumahnya masing-masing. Hm...sebuah permainan kata-kata yang menjebak. Bagiku, minggu tenang itu adalah mingu tegang. Minggu-minggunya stress! The worst week eveeeeer!!! >,<

Thursday, June 19, 2014

Hilang Bersama Siraman Lembut Cahaya Matahari

Lagi-lagi manusia hanya bisa berencana. Selanjutnya, Allah lah yang menentukan. Hal yang menurut kita baik, belum tentu baik di mataNya. Apa yang kita inginkan pun belum tentu baik di mataNya.
This pain. This hurt. Can’t say with any words. But tears that answer it! 
Entah dengan kata-kata apa (lagi) menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini.  Berharap kepada manusia memang tidak pernah ada habisnya. Selalu ada kekecewaan pada akhirnya. Tetapi, walaupun begitu tidak ada hentinya manusia berharap kepada sesamanya. Entah mengapa. Mungkin, karena manusia adalah satu-satunya makhluk berwujud yang bisa kita harapkan. Padahal manusia sendiri tau bahwa masih ada Allah. Dzat yang tidak nampak di mata kita, namun jelas adanya itu yang terkadang tidak terlintas di benak kita untuk berharap sepenuhnya kepadaNya. Jelas (juga) bahwa tidak ada makhluk yang di kecewakan olehNya. Tapi mengapa sebagian manusia tidak kunjung menaruh harapan kepadaNya. Apa karena Dia tidak berwujud? Itulah manusia. Tanpa ia sadari, lebih memilih dan mempercayai hal-hal yang berwujud. Yang nampak di pelupuk. Karena ia yakin adanya (wujud).
Hidup itu aneh. Terkadang ia melambungkanmu setinggi langit, dan di lain waktu ia mengehempaskannya begitu kerasa ke bumi.
Luka. Luka yang berwujud, nampak di mata masih mudah kita obati. Tapi bagaimana dengan luka yang bisa kita rasakan namun tidak berwujud? Aku kira, rasanya lebih sakit. Dan karena wujudnya yang tak nampak itu, terkadang kita tidak tau bagaimana cara mengobatinya. Tapi aku tau, luka seperti itulah yang akan mendewasakan kita.
Di saat-saat seperti inilah aku belajar banyak hal (lagi). Terkadang, kita harus di ‘tampar’ supaya kita ‘bangun’. Sakit memang. Tapi setelah itu kita akan kuat. Aku percaya itu. Allah tahu mana yang terbaik untuk hambaNya. Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Sampai pada puncaknya. Dia mengirimkan seseorang yang sempurna untukku. Proses itu memang harus dinikmati. Tidak ada orang sukses tanpa usaha. Tidak ada orang pintar tanpa belajar. Aku yakin itu. semua yang aku alami selama masih aku hidup, itu adalah bagian dari rencanaNya. Walaupun sudah gagal dua kali. Aku ingin menjadikan itu ada kegagalanku yang terakhir. Hati yang hancur, tidak akan sama lagi bentuknya ketika serpihannya disatukan kembali.
“Selalu ada bintang dibalik awan gelap. Selalu ada pelangi setelah hujan. Selalu ada matahari dibalik mendung. Setelah gelap, terbitlah terang. Akan ada hal indah setelah sekian rintangan yang kau hadapi. You got served what you deserve!”.
Aku percaya. Rasa sakit ini ibarat kabut di pagi hari. Dia akan hilang bersama siraman lebut cahaya matahari. Rasa itu tidak akan pernah mengubah hakikat indahnya pagi ;’)
Don't come into my life if you don't plan to stay!